Oleh Eka Rinika Negeriku bukan negeri yang adil Penghuninya haus dengan perilaku keji tanpa hati nurani Pekerjaan me...
Oleh Eka Rinika
Negeriku bukan negeri yang adil
Penghuninya haus dengan perilaku keji tanpa hati nurani
Pekerjaan menyimpang dengan aturan hukum menjadi fokus utama tikus berdasi
Mereka yang cerdas sering tak menepati janji, itu hanya buaian mimpi sebelum tidur
Katanya Negeri ini adalah tambang emas dan perlu di bagi-bagi untuk sanak saudara sendiri
Bukan untuk duafa, anak-anak pengemis, anak yatim piatu, dan si miskin sedih yang lebih membutuhkan
Jerih payah koruptor mengalir ke darah-darah pendosa
Mereka adalah calon penghuni dasarnya neraka
Namun, sayangnya rakyat hanya bisa diam memperhatikan koruptor saban hari semakin menjadi-jadi
Urusan hidup mereka lebih penting ketimbang menjejali jalanan beramai-ramai dengan orasi sampah tak bermakna itu
Pemuda bersemangat datang dan pulang tanpa membawa hasil, itulah respon dari sang pendengki yang ketakutan diteriaki dan di caci maki kejahatannya
Inikah negeri kita tersayang, realitanya rakyat bagai wayang yang seenaknya di permainkan, kapan senang maka ditayangkan rintihan sunyi dalam kelam
Tangan-tangan keriput itu sangat mencintai penerus negeri, terus mendidik generasi dengan perintah agama dan makanan mereka merupakan suapan halal
Petinggi berkutat keadilan, tetapi adil bagi mereka sulit dipahami karena tak pernah dirasakan oleh rakyat, hanya bias-bias cahaya tanpa warna
Kering oleh berlalunya masa dan rerimbunan ilalang di padang gersang
Lalu, bagaimana akhirnya cerita negeri ini, koruptor segan mati, sedang diri makin asik menikmati rupiah-rupiah dari gratifikasi dan mengkorupsi
Dan, sampai saat ini hanya satu yang ku tahu jawabannya, bahwa negeriku bukan negeri yang adil
***Penulis adalah Aktivis GaSAK Bireuen, siswa Serak Bireuen dan Mahasiswi Umuslim Bireuen
***Penulis adalah Aktivis GaSAK Bireuen, siswa Serak Bireuen dan Mahasiswi Umuslim Bireuen