Archive Pages Design$type=blogging

Dalam Doa Ketegaran

Oleh Eka Rinika Tuhan bila masih aku dan kedua anak-anakku Engkau berikan nafas untuk bertahan hidup, maka disetiap menit yang Kau hembu...


Image postOleh Eka Rinika
Tuhan bila masih aku dan kedua anak-anakku Engkau berikan nafas untuk bertahan hidup, maka disetiap menit yang Kau hembuskan, setialah aku dalam perjuangan membesarkan keduanya menjadi anak yang sholeh sholeha. Demikianlah pinta kecilku. Sebagai seorang janda yang hidup di tengah kemelut permasalahan negeri ini. Ketegaran dan kesabaran adalah kunci nomor satu untuk tetap bangkit dan melupakan masa lalu yang kelam. Membayangkan peristiwa dua tahun silam merupakan kesalahan terbesar dalam hidupku. Hingga aku terus saja terpuruk berharap bisa hidup lagi bersama dengannya. Tuhan mengapa tidak ada pilihan sebelum orang yang ku cintai itu pergi, setidaknya aku bisa melihatnya tersenyum tuk yang terakhir kali, mengapa hari-hariku bersamanya sungguh singkat. Dunia begitu kejam. Sebenarnya apa salahku hingga aku harus menanggung beban seberat ini.

Emosi yang tak terkendali hanya akan melelahkan, menyakitkan, dan meresahkan diri sendiri. Sebab, ketika marah, maka kemarahan akan meluap dan sulit dikendalikan. Dan itu akan membuat seluruh tubuhku gemetar, mudah memaki siapa saja, seluruh isi hatiku tertumpah ruah, nafasku tersengal-sengal, dan cenderung bertindak sekehendak nafsuku. Begitulah perilaku saat aku membenci dan mengutuk seseorang atas kesalahan yang tak pernah dilakukan suamiku. Aku sungguh mencintainya, walau kisah kami harus berakhir dengan kematiannya yang tragis.

Sampai saat ini aku tak pernah rela suamiku ditembak hingga menembus kedua bola matanya. Menggenaskan sekali, fitnah yang dituduhkan padanya telah membuat kedua anak-anakku menjadi yatim. Yeah, suamiku tidak tahu menahu tentang kasus suap yang dilakukan atasannya. Bukan dia yang melakukan ini semua. Tetapi biadab-biadab yang ketakutan masuk penjara itulah yang menghempaskan musibah ini pada keluargaku. Siapa mereka? Beraninya hanya dengan cara membunuh saksi baru, tak mau kejahatan ini terungkap. Siksa apa yang Kau berikan Tuhan. Semoga suamiku mendapat tempat yang layak di sisi-Mu.
***
Tindakan kriminal itu memang sudah direncanakan dari awal oleh kelompok yang tidak senang dengan tanggung jawab dan kejujuran suamiku dalam bekerja. Suamiku bernama Aditya Wahyudinata, dia seorang jaksa di sebuah lembaga peradilan. Saat itu dia sedang menangani kasus suap rekannya bernama Malik. Malik adalah sahabat Adit sekaligus pejabat negara yang rakus akan hak yang bukan miliknya. Dia senang merampok uang rakyat dengan menghalalkan segala cara supaya hartanya semakin menggunung. Malik telah terbukti menggelapkan dana pengadaan barang dan jasa. Kasus korupsi ini terkait dengan ditemukannya kejanggalan pada anggaran yang dimaksud. Aditya pada sidang perdana Malik menyebutkan bahwa tidak ditemukannya penanaman pohon dan hamparan hasil tanaman pada proyek yang dilaksanakan Malik.

”Aditya Aditya dulu kita adalah sahabat baik bahkan sangat baik, kau masih ingat aku pernah menolongmu dari keterpurukan. Mengapa kini kau mau meruntuhkan kerajaanku sobat?” Ucap Malik saat sidang selesai.

”Malik, ini bukan lagi persoalan antara seorang teman kepada sahabatnya, tapi ini sudah masuk ke ranah hukum. Harta yang kau peroleh jelas asalnya haram. Ketahuilah hidupmu tidak akan pernah berkah,”Timpal Aditya mencoba meredakan emosi Malik.

”Jangan berlagak suci Aditya, saat ini uang dan kekuasaan lebih penting dari segalanya, berhentilah menjadi seorang malaikat,”Tambah Malik dengan nada geram.

”Meskipun kau telah memfitnahku tadi, tetapi aku takkan patah semangat dan tetap mencari bukti atas kejahatanmu, sesungguhnya aku bukanlah dalang dari rencana busukmu, kau licik sekali, kebencian di dalam hatimu telah kau buat meranum,”Imbuh Aditya mengakhiri sembari pergi meninggalkan Malik.

Setelah selesai sidang perdana, Malik mengatur siasat buruk, dia  dengan seorang kuasa hukum terdakwa kasus korupsi berusaha memenangkan perkara dengan cara menyuap dua orang saksi. Dengan harapan kedua saksi tersebut mau melakukan sesuatu agar perkara ini tindak berlanjut ke arah yang lebih menegangkan dan mencapai klimaksnya. Sontak membuat suamiku semakin gencar saja mencari bukti-bukti atas kejahatan yang dilakukan sahabatnya ini.

”Bagus...dengan uang ini kalian bisa tutup mulut, untuk apa menjadi malaikat pelindung bila tidak ada untungnya sedikit pun kawan, hantam saja Aditya yang sok suci itu di persidangan selanjutnya,” Ujar Malik pada kedua saksi tersebut.

Petang itu, cuaca semakin gelap, langit menghantam bumi dengan angin kencang dan hentakan kilat yang memacu berulang-ulang. Saat menjejakkan kaki di sebelah ruang kerjanya, Adit melihat Malik memberikan segepok uang kepada dua orang yang dia kenal betul. Merekalah para saksi atas kasus yang dilakukan Malik pejabat negara tukang hisab darah rakyat. Di sisi yang lain ternyata peristiwa itu bukan hanya di hadiri beberapa orang saja. Tiga diantaranya ada seorang polisi yang berkomplot memenangkan kasus ini. Kegiatan penyuapan itu berlangsung sangat rahasia, sayangnya dengan rasa ingin tahu yang besar. Suamiku terus saja menyimak perbincangan mereka.
***
Suasana sore semakin menampakkan bahwa sebentar lagi malam kan menghias bumi. Walau mungkin malam kali itu tak seindah malam-malam sebelumnya, karena bintang tak turut hadir diantara buliran hujan kalap dengan tumpahan airnya yang tajam. Entah apa yang terbesit di hati suamiku sehingga dia harus tahu betul siasat busuk Malik dan pengacaranya. Dengan suasana tegang karena takut ketahuan Adit mundur perlahan-lahan ke belakang, tak sadar di belakangnya ternyata pot besar dengan bunga mewah tampak rapi di dekor khusus oleh ahlinya, tanpa sengaja pot itu di senggol Adit.

Berserakanlah di lantai menjadi kepingan-kepingan kecil, lalu membentuk suara-suara keras hingga terdengar ke telinga para penjahat. Sontak hal itu membuat Adit gamang dan langsung menghamburkan diri ke luar. Aditya berusaha kabur dan mencari tempat yang aman, namun sayang polisi itu langsung menghantam Adit dengan balok besar di belakang pundaknya sebelum Aditya jauh pergi. Adit terjatuh dan hampir tak sadarkan diri. Matanya yang remang-remang memandang ke arah Malik, dua saksi itu, kuasa hukum Malik, dan polisi yang melemparinya balok. Adit berusaha bangkit dari kesakitannya dengan langkah yang tak pasti. Adit tak sanggup berkata-kata lagi. Dia benar-benar tersiksa waktu itu. Kepalanya dihantam berulang-ulang oleh Malik dan kawan-kawannya. Darah berhamburan di badannya.

”Bunuh bedebah itu, tembak kedua bola matanya. Agar dia tidak bisa melihat dunia ini lagi, dia terlalu jauh ikut campur dengan urusanku, aku merasa tidak senang, tidak ada sahabat bagiku, yang ada hanya kepentingan saja,” Ucap Malik gusar.

”Oke....”Jawab Polisi bertubuh kekar itu.

Bak tak punya rasa iba dan prikemanusian lagi. Aditya yang sudah jatuh bangun tersiksa fisik dan mentalnya, masih saja dihantam dengan sejuta kepedihan. Bila aku berada di sana saat kejadian, maka takkan pernah ku biarkan suamiku diperlakukan seperti binatang. Dunia ini begitu kejam. Apa salah suamiku sehingga dia harus meregang nyawa begitu tragisnya. Masih layakkah seorang Malik ku sebut sebagai manusia.

Segala terdiam, kesunyian menghampiri sejenak sebelum kedua peluru itu menembus mata Aditya. Tak ada yang tahu kronologis pembunuhan yang dilakukan Malik dan kawan-kawannya di gedung itu, kecuali seorang gadis kecil anak kandung Malik yang sengaja diajaknya untuk bermain setelah urusannya selesai. Gadis kecil itu bernama Zahara, saat itu dia berada didalam ruang kerja Malik. Malik tak mengizinkannya keluar dari ruangan itu. Tapi karena rasa ingin tahu yang besar dari Zahara, dia mengintip pembunuhan itu lewat celah-celah pintu. Zahara menangis melihat ayahnya berkelakuan kejam. Dia sempat ketakutan dan tersudut di ujung pintu. Dengan segala ketakutannya dia pura-pura tidak tahu atas apa yang dilakukan ayahnya. Karena Zahara tak ingin menjadi korban selanjutnya. Begitulah, mereka dapat memupuskan semua hal yang mengganggu niat busuknya.
***
Ketika fajar menyingsing, muncullah seseorang  mencuri pandanganku dihiasi lilin memberikan cahaya terang. Namun, ku rasa hal ini menyakitkan. Aku melihat suamiku mengenakan pakaian putih-putih, dia tampak tersenyum. Tetapi di wajahnya mengalir butiran bening. Lalu memelukku erat dan mengisahkan kepergiannya yang ganas. Saat itu, Aditya rupanya hadir dalam mimpiku. Dia mengatakan bahwa aku tidak boleh menyimpan dendam yang teramat sangat kepada Malik.

”Sayang, biarlah Tuhan yang kan membalas perbuatannya,” Bisik Adit sembari lenyap dalam pelukan.

Alangkah berharganya pada detik-detik terakhir dengan Aditya, walau dalam mimpi dia memelukku hangat dan mengisyaratkan betapa bahagia itu hadir dalam kesederhanaan cinta. Walau semua telah sirna. Hanya tinggal gelap dan kelabunya masa yang kan datang. Kebahagian yang Adit bangun muncul karena kebenaran yang dihayatinya. Kebahagiaan adalah kelapangan dada, karena prinsip yang menjadi pedoman hidup. Juga, kebahagian adalah ketenangan hati, karena kebaikan di sekelilingnya. Itulah gambaran utuh dari sosok Aditya suamiku.

Kini aku harus membesarkan Zidan dan Zahwa sendiri. Ku terbayang pintamu masih jelas dalam ingatanku.

”Bila nanti aku tiada di sampingmu lagi. rawatlah anak-anak kita menjadi anak yang berbakti kepada orangtua. Ketika tumbuh besar aku ingin mereka menjadi anak yang sholeh sholeha, semoga.” Ucap Aditya lirih.
***
            Pernah aku melerai permintaan Aditya agar kasus ini tidak ku bawa ke meja hijau. Namun, sungguh hatiku tak sanggup melihat pembunuh itu berkeliaran hidup tanpa jeratan hukum. Sepantasnya dia menerima balasan yang setimpal atas perbuatannya. Mengapa dengan seenaknya dia membungkus rapi kasus pembunuhan sadis, seolah ini tak pernah terjadi. Mengapa hukum di negeri ini sangat lemah, mengapa yang punya kuasa semakin bebas saja dengan arogansi mereka, mengapa setiap kesalahan menjadi suatu hal yang tak bermakna di mata aparatur penegak hukum, inikah negeri yang ku sanjung-sanjung, merana dalam pedih di ujung. Dimana hati nurani para pemimpin kita. Haruskah aku abaikan hak ku, namun dengan mudah mereka merampas hak dan kebahagiaanku. Ini sungguh tidak adil Tuhan.

            Suatu ketika aku pernah mendobrak gerbang rumah Malik dan meneriakinya sebagai koruptor dan pembunuh. Sayangnya, selang bebarapa menit saja, Aku langsung dihempas oleh security dan pengawal di depan rumah Malik. Namun, tak ayal hal ini membuat nyaliku semakin teguh dan tertumpuk saja. Karena polisi meludahi perkara ini, alternatif terakhir adalah menjejal rumahnya dengan bongkahan kata-kata hujatan dari mulut seorang janda yang dirampas sebelah hatinya.

Malik sempat keluar dan tersenyum melihat tingkahku seperti orang gila. Tersenyum karena kenyataan-kenyataan pahit yang ku terima. Namun, aku ingat Aditya, bersabar atas segala musibah, dan tabah menghadapi semua ujian hanya akan membuat kecut hati orang-orang yang senang melihat penderitaan orang lain, dan menyulutkan kemarahan di hati orang-orang yang mendengki. Aku di seret pengawal Malik ke ujung jalan. Aku perempuan lemah Tuhan. Inilah akhir dari deritaku atau mungkin Engkau kan tumpahkan derita yang lainnya. Katanya Engkau tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Mu. Namun, aku telah kalah dalam cobaan ini. Ampuni aku.

”Setiap musibah telah memberikan kebaikan dan terasa ringan, kecuali kegembiraan musuh atas deritaku.” Batinku lirih dalam tanya.
***
            Kesedihan hanya akan membuat musuh gembira. Dan, itu menjadi salah satu prinsip hidup Aditya. Kini hari-hari ku lalui dengan sabar. Aku harus meneruskan perjuangan hidupnya dalam setiap bongkahan kebaikan. Setiap hari dalam kesibukan mencari rezeki ku antar anak-anakku ke balai pengajian. Setelah mengantar mereka, aku melewati rumah-rumah dengan menjinjing gorengan, berharap di teriknya matahari ada pembeli yang menghampiriku. Kisahku tak kan pernah padam selama aku masih hidup. Aku akan membentuk Adit Adit yang baru lewat Zidan dan Zahwa. Adit yang lebih tangguh. Adit yang siap akan tantangan dan rintangan. Adit yang kan menggenggam keindahan dunia. Adit yang kan membanting para musuh. Adit yang cintanya membara akan kejujuran. Semoga bencana yang aku alami kemarin menjadi penyelamat dan menemukan jalan keluar di Akhirat nanti. 


COMMENTS

Name

Aktivitas Berita Budaya Opini Tokoh Wawancara
false
ltr
item
Sekolah Rakyat Anti Korupsi: Dalam Doa Ketegaran
Dalam Doa Ketegaran
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY72kbNepCDsLYeHeWQQU1_E136iVO2zdoyTsBT0ZyfvpSW-Lk0pZOMg8vZRpl_a6ZdtJGiPlL-O7zEX6Jpk6Sz5g95Td6f-Xl9VXZTCEd_dxzNpBsQJ785psqjlLmqxTFNG6H2jcsMc8/s200/32291_447690521962032_1998251441_n.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhY72kbNepCDsLYeHeWQQU1_E136iVO2zdoyTsBT0ZyfvpSW-Lk0pZOMg8vZRpl_a6ZdtJGiPlL-O7zEX6Jpk6Sz5g95Td6f-Xl9VXZTCEd_dxzNpBsQJ785psqjlLmqxTFNG6H2jcsMc8/s72-c/32291_447690521962032_1998251441_n.jpg
Sekolah Rakyat Anti Korupsi
http://sekolah-antikorupsi.blogspot.com/2013/04/dalam-doa-ketegaran.html
http://sekolah-antikorupsi.blogspot.com/
http://sekolah-antikorupsi.blogspot.com/
http://sekolah-antikorupsi.blogspot.com/2013/04/dalam-doa-ketegaran.html
true
2294096269847252747
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All RECOMMENDED FOR YOU LABEL ARCHIVE SEARCH Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago