Tanyangan di televisi itu mengejutkanku. Minggu ini Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan yang menyorot kalangan bawah. Mempertanyakan h...
“Ah, ku rasa negeri ini tidak adil kawan. Hukum yang telah ditetapkan itu, dapat membedakan mana yang kaya dan yang miskin. Hukum yang buta itu mampu meraba apakah disaku celanamu terdapat lembaran ratusan ribu, atau hanya kepingan recehan yang tak cukup untuk membeli beras malam ini.” ujarku pada Haris yang sibuk dengan majalah liputan sebebritis itu.
“ini Indonesia bung! Negara kesatuan. Memegang teguh pada bhineka tunggal ika. Walaupun berbeda kita tetap satu. Namun jangan pernah menyatukan nasibmu dengan koruptor kelas kakap itu, jika sedang berhadapan dengan meja sidang. Apalagi jika kamu disidangkan dengan tuntutan mencuri ayam dikampung sebelah. hach, hukum Indonesia akan menertawakanmu terbahak-bahak. ” timpalnya ketika melihat ekspresiku yang berlebihan itu.
“Sudahlah. Jangan berkata seperti itu. Indonesia tetap Indonesia. Dia suci. Hanya yang ikut membangun rumahnya saja yang memakai jas haram nan rapi. Aku tak ingin menyalahkan pemerintah yang menetapkan aturan itu. kita hanya orang awam tanpa tau harus berbuat apa.”
“lha.. tadi kau sendiri yang mengatakan negeri ini tidak adil. Kau ini bagaimana sih. Jangan Plinplan!. Aturan diciptakan untuk dilanggar. Itu yang berlaku di Indonesia.”
“hach. lucu. sebenarnya kita telah terdidik sejak kanak-kanak untuk melakukan kebiasaan koruptif itu. sadarkah kamu?” ucapku ketika memikirkan pola yang berlaku di sekitar kehidupanku.
“Dan yang terakhir itu aku setuju. Kita didik dengan cara yang salah. Hanya beberapa saja yang lulus seleksi dengan didikan yang benar.”
” iya. Sangat disayangkan. Sampai saat ini, masyarakat kita banyak yang belum memahami tentang apa itu korupsi. Pemikiran mereka tentang korupsi sangatlah dangkal. Coba kamu tanyakan pada mereka, si siswa, mahasiswa, pegawai negeri, orang swasta, aparat penegak hukum, sampai pejabat Negara. Ku yakin mereka banyak yang tidak memahaminya. Padahal semuanya telah dijelaskan dalam undang-undang no 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bahkan sebagian besar pengertian tentang korupsi telah dirujuk dalam kitap Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) yang lahir sebelum Negara ini merdeka. Namun budaya membaca tak berkembang.”
“ Kau sedang berbicara tentang Undang-Undang ? aku tahu kalau kamu kutu buku. Tahu aturan dan penghafal undang-undang. Haha… tapi Negara ini bukan Negara yang baik dalam memberlakukan aturannya bung. Masih ada istilah tumbang pilih. Masih berlaku cek milyaran, atau mungkin, jika ayahmu seorang pejabat Negara yang berpengaruh, kau akan bebas berkeliaran seperti babi liar di hutan sana. Bebas menyiksa si pencari kayu yang tak tau apa-apa ketika melihatmu berkubang dalam lumpur kenikmatanmu.”
“Ah, pengibaratanmu itu kacau. Bukan seperti babi. Itu terlihat kotor. Oknum pemerintahan kita tak seperti itu. mereka rapi, bersih, memakai wewangian bermerek, dan yang paling penting, kekuasaan itu ada dalam genggaman mereka. Mereka itu singa yang dengan sekali ngaungannya mampu menelanjangi peri hukum kita. Mungkin itu yang pengibaratan itu yang cocok. Si Singa… AwUUngg… ku yakin kau juga akan berlari sejauh mungkin jika mendengar suara itu.”
“Hahaha… kau yakin bung kalau aku akan berlari? Ah, tidak, tidak. Aku malah akan menentang singa itu. akan ku ancungkan pedang kebenaranku tepat di jidatnya. Sebelum dia menerkam, pedangku duluan menancap menembus kepalanya. Dan dia mati seketika. Agght..”
“Omong kosong. Kau tak memiliki pedang untuk menembusnya. Bahkan untuk membeli pedang saja mungkin kau harus berhutang. Hahaha… kapan pedangmu itu terasah dengan tajamnya? Agar kita dapat sama-sama merobohkan singgasana singa itu. bersatu kita teguh bercerai kita runtuh!”
“Ah, kau ini bung! Eum, kurasa kita perlu memberikan pemahaman tentang korupsi pada masyarakat kita. Perlu kita perkenalkan pada mereka tentang bentuk dan juga jenisnya. Agar mereka paham, bahwa sebenarnya mereka telah melakukan hal itu setiap harinya.”
“Yah, aku sependapat. Masyarakat kita telah menganggap lumrah dan wajar tentang kebiasaan yang masuk dalam tindakan korupsi itu. Seperti halnya pemberian gratifikasi. Kau ingat ibuku yang memberikan hadiah kepada guruku ketika kenaikan kelas? Aku memprotesnya. Eh, malah uang jajan ku yang disita.”
“Yah. Aku ingat cerita itu. Bahkan kata gurumu itu, sekolah telah memberlakukan aturan tersirat seperti itu. jika kau tidak datang dengan sekotak kado perpisahan, maka rapormu akan tertahan sampai kado itu ada. Dan ibumu pun beranggapan kalau kado itu sebagai ucapan terimaksih. Hach… kau terlalu kecil untuk memberi penjelasan yang benar kala itu.”
“itu masih berlaku sampai sekarang bung. Budaya ketimuran yang sebenarnya mengajarkan kita hal yang salah sejak dini. Menghancurkan kita secara bertahap. Perlahan-lahan. Dari kecil tak ada yang menegur ketika sianak mengambil uang lebih dari belanjaan, dan ketika besar sianak terbiasa mengambil yang bukan haknya.”
“dan masihkan budaya ketimuran itu kau ajarkan untuk anakmu kelak?”
“Tidak!! Aku inginkan perubahan. Kamu?”
“… biarkan waktu menjawabnya”
“Ah, Pemerintah hanya berani bermain kejar-kajaran dengan koruptor kelas teri. Tapi sampai sekarang koruptor kelas kakap belum pernah tertangkap. Entahlah. Mungkin berkas-berkas dan barang bukti yang memberatkan tersangka telah duluan dilenyapkan. bisa jadi. Mungkin si oknum itu menyuap salah satu anggota KPK untuk menghilangkan bukti itu. Yang seharusnya terjerat kasus berlapis. Penyuapan. Dirujuk pada pasal 5 ayat (1) huruf a UU No.31 Tahun 1999jo. UU No 20 Tahun 2001. Penggelapan dalam jabatan. Pada pasal 8 UU No. 31 Tahun 1999jo. UU No 20 Tahun 2001. ih, Si Fulan itu hanya mendapat hukuman dua setengah tahun kurungan. Sedangkan pencuri ayam itu lebih diberatkan. Adilkah? Apa yang harus kita lakukan Ris?” ujarku melemah. Ada rasa benci yang tak dapat ku ungkapkan. Pada siapa harus ku berikan benci ini. sedang pemerintah tak tahu kalau aku membenci.
“lawan!!!” ujar Haris. Satu katanya itu berakhir dengan kesunyian ruangan tempat kami melepas lelah sebelum kembali bergulat dengan aktivitas yang memeras tenaga. Kembali mengencangkan otot dan bermandikan keringat. Yah. Kami hanya kuli bangunan yang tak dapat berbuat apa-apa untuk pencuri ayam itu. sedang angin sepoi-sepoi yang menembus masuk melalui fentilasi itu membawa kabar duka. Palu hakim telah mematuk hukuman untuknya.
Suhaina Zie
** Penulis adalah Pengurus SeRAK, Aktivis GaSAK Bireuen dan Aktif di LPMSA Universitas Al Muslim.